Setiap tanggal 25 April, dunia memperingati Hari Malaria Sedunia. Fenomena ini menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran global tentang penyakit malaria yang masih menjadi ancaman serius bagi jutaan orang terutama di wilayah tropis seperti Indonesia. Meskipun penyakit ini dapat dicegah dan diobati, namun masih menjadi masalah kesehatan utama di banyak negara. Hari Malaria Sedunia juga memberikan kesempatan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang gejala, pencegahan, serta pentingnya akses terhadap diagnosis dan pengobatan yang tepat. Selain itu, peringatan ini juga berfungsi sebagai momentum untuk menguatkan komitmen global dalam upaya pemutusan mata rantai penyebaran malaria.
Menurut data World Malaria Report 2022, terdapat lebih dari 247 juta kasus malaria secara global yang tercatat di 84 negara endemis. Indonesia termasuk dalam daftar tersebut dengan jumlah kasus mencapai 443.530, di mana 89 persen terjadi di Provinsi Papua. Malaria merupakan penyakit berbahaya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi parasit. Gejala awal malaria biasanya muncul dalam 10-15 hari setelah terinfeksi, seperti demam, sakit kepala, dan menggigil. Namun, jika tidak ditangani dengan baik, malaria dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa seperti kelelahan ekstrem, penurunan kesadaran, dan sesak napas.
Kelompok rentan seperti bayi, anak-anak di bawah lima tahun, ibu hamil, orang dengan HIV/AIDS, dan pelancong ke daerah endemis lebih berisiko mengalami komplikasi akibat malaria. Oleh karena itu, edukasi, pencegahan, dan deteksi dini menjadi kunci utama dalam upaya menjaga kesehatan masyarakat. Hari Malaria Sedunia adalah pengingat bahwa perjuangan melawan malaria belum selesai dan setiap gigitan nyamuk bisa memiliki dampak yang serius bahkan mematikan. Dengan pengetahuan yang lebih luas mengenai gejala, pencegahan, dan penanganan malaria, diharapkan dapat membantu mengurangi angka kasus malaria dan meningkatkan kesehatan masyarakat global.








