Broken home adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi keluarga yang tidak harmonis. Lebih dari sekadar perceraian, broken home juga dapat berarti hilangnya rasa aman dalam rumah tangga karena konflik berkepanjangan, ketidakhadiran salah satu orang tua, atau suasana emosional yang tidak sehat. Anak yang tumbuh dalam situasi ini sering kali merasa kehilangan dukungan, perhatian, dan kestabilan. Lingkungan keluarga yang tidak mendukung dapat berdampak pada perkembangan emosional dan psikologis anak, yang berpotensi terbawa hingga dewasa.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan sebuah keluarga masuk ke dalam kondisi broken home, termasuk perceraian atau perpisahan yang membuat anak merasa bingung, konflik berkepanjangan antara orang tua, kekerasan dalam rumah tangga, tekanan ekonomi, gaya hidup yang bertabrakan, atau kurangnya kedekatan emosional. Dampak dari broken home bagi anak bisa mencakup gejolak emosi, perilaku agresif, kesulitan belajar, hingga bingung tentang identitas diri.
Untuk mengatasi broken home, penting untuk membangun komunikasi yang jujur dengan anak, memberikan dukungan emosional yang konsisten, menjaga rutinitas dan stabilitas, menghindari konflik di depan anak, serta memberikan dukungan sosial dan mengembangkan potensi anak. Dengan cara ini, anak bisa terbantu dalam menghadapi perubahan besar dalam keluarga dan tetap tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Peran keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar juga sangat penting dalam membantu anak melewati masa sulit tersebut dengan lebih baik.








