Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini bahwa prospek industri perbankan, khususnya Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), untuk melakukan initial public offering (IPO) di pasar modal Indonesia masih cukup baik pada tahun ini. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) April 2025 di Jakarta. Meskipun demikian, OJK menekankan pentingnya memenuhi persyaratan mendasar yang diperlukan untuk kesuksesan IPO, termasuk perlindungan investor, kesiapan operasional, dan tata kelola perusahaan yang baik.
Inarno juga menyoroti tantangan ekonomi global saat ini yang dapat mempengaruhi volatilitas pasar, sehingga calon emiten perlu mempertimbangkan timing dan valuasi saham yang optimal sebelum melantai di bursa. Transparansi, tata kelola yang baik, dan adaptabilitas model bisnis menjadi faktor kunci keberhasilan IPO. Inarno juga menekankan bahwa investor cenderung berhati-hati dan selektif dalam menempatkan dananya di tengah kondisi ekonomi global yang sulit.
Belum ada konsultasi atau pendaftaran IPO Bank DKI dan BPR/BPRS, namun OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 7 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi BPR/BPRS untuk melakukan IPO dengan syarat memenuhi modal inti minimum sebesar Rp80 miliar. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, berharap agar Bank DKI dapat melakukan IPO dalam waktu satu tahun, mengingat dividen yang telah dibagikan sebesar Rp249,31 miliar. Bank DKI diharapkan bisa IPO dalam waktu lima hingga enam bulan atau paling lambat satu tahun dengan memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
Melalui langkah ini, OJK berharap industri perbankan dapat terus tumbuh dan berkembang di tengah tantangan ekonomi global yang kompleks. Selain itu, pemenuhan persyaratan dan kesiapan operasional yang baik diharapkan dapat memastikan kesuksesan penawaran umum perdana bagi calon emiten yang ingin melantai di pasar modal Indonesia.








